Sabtu, 17 Maret 2012

Karatuan Tengah Sagara Kidul

Setelah cerita yang terdahulu menceritakan berdirinya Kampung Pelabuhan Ratu dan diangkatnya Ibu Ratu Purnama Sari sebagai Ratu Laut Selatan dan Ratu Mayang Sagara menjadi Ratu pantai selatan    (Furi Karancang Kancana karang hawu Pelabuahan Ratu) Ibu dan anak sebagai Penguasa Laut dan pantai selatan yaitu mempunyai sebutan Loro  (dua) Kidul (selatan).

Ratu Mayang Sagara yang kecilnya bernama Rara Panas Mayang Nagasari Pamulangan dan setelah diangkat menjadi Ratu Basisir            (pantai) contohnya adalah cawene (suci) yaitu seorang gadis yang masih suci  bertapa menyertai ibunya di Gunung Winarum sekarang Pangjarahan Karang Hawu sampai akhirnya ngahiyang menyatu dengan Alam dan meninggalkan ciri kata bahasa Sunda lebah yaitu menunjukan tempat. Jadi Karang Hawu hanya sebatas Lebah Cawene.

Baiklah kita lanjutkan kepada cerita Putri Bungsu Prabu Sedah Nusia Mulya Siliwangi yang memisahkan diri tidak ikut dengan rombongan yaitu Putri Gandrung Arum adiknya Putri Purnama Sari.
Setelah melihat pelangi berlapis 7 yang datangnya dari Laut Selatan melengkung kesebuah hutan. Putri Gandrung Arum meminta izin kepada ayahandanya untuk bertapa di tempat itu.
Dikatakan Pelangi berlapis tujuh itu bukanya berwarna 7, melainkan ada 7 Pelangi. Melihat itu Nyai Putri tertarik hatinya dan memutuskan untuk tidak terus ikut dengan ayahnya.

Nyai Ratu meminta kepada ayahnya, tapanya ini supaya ditemani oleh 7 orang gadis yang masih suci dan harus mirip denganya dan semuanya harus mempunyai tanda ( tahi lalat ) sebesar butir kacang karena Putri Gandrung Arum mempunyai tanda itu.

Singkat cerita diizinkannya permohonan Nyai Gandrung Arum itu dan  Prabu Sedah  berkata :"Baiklah Nyai permintaanmu akan aku kabulkan karena yang akan menetap disini semuanya cawene (perawan/masih suci) maka tempat ini akan kuberi nama Lebah Cawene". Itulah pertama keluar kata lebah cawene (tempat beberapa orang yang masih suci). Marilah kita kembali kepada salah satu bagian dalam cerita "Pajajaran Sirem Papan" yaitu "Kalang Sunda Makalangan".

Ketika Rakean Kalang Sunda ikut membantu mendirikan kampung "Pelabuhan Ratu", ia minta izin sama pu'un Purnama Sari untuk meneruskan perjalanannya menyusul rombongan Prabu Sedah akan tetapi apa yang terjadi, dia kesasar (tersesat) sebab perjalanannya dimalam hari. Ia melihat seekor kunang-kunang yang sangat sukar dikejarny apalagi sampai tertangkap. Sewaktu Rakean Kalang Sunda mengejar kunang-kunang tersebut terbang dan setiap Rakean Kalang Sunda berhenti mengejar kunang-kunang tersebut menghampirinya.

Seorang Rakean Kalang Sunda yang begitu saktinya tidak bisa menangkap kunang-kunang tersebut. Akhirnya tibalah Rakean Kalang Sunda di Lebah Cawene, waktu itu lebah cawene masih hutan. Orang-orang belum tahu Lebah Cawene, hanya Prabu Sedah yang tahu. Bertemulah ia dengsn Nyai Ratu Gandrung Arum yang sedang niat bertapa. Ia tidak sengaja bertemu karena tidak bermaksud mencari Nyai Ratu Gandrung Arum. Ia pun disambut oleh Nyai Ratu Gandrung Arum. Rakean Kalang Sunda merasa heran mengapa Nyai Ratu Gandrung Arum ada disitu. Ia memang tidak mengikuti rombongan Raja. Ia beserta Nyai Putri Purnama Sari, ia mengambil jalan lain dan tersesat sampai disana. Kata Rakean Kalang Sunda "baiklah kalau begitu, tempat ini akan kuberi pagar", maka sebagai pagar ditanamnya 9 buah pohon beringin, kemudian di tanamnya pula pohon kiara bersilang (nyakra bumi) untuk menyesatkan yang mencari. Katanya pula "supaya tidak terlalu mudah, dan terlalu banyak orang yang mengetahui tempat kamu sekalian bertapa & tinggal, akan kuberi pagar pula dengan ajian awun-awun si teja wulung.

Bagaimanapun juga terangnya waktu siang akan selalu gelap karena diselimuti kabut (halimun). Nyai Putri Gandrung Arum mengucapkan terima kasih kepada Rakean Kalang Sunda. Kata Nyai Ratu Gandrung Arum " Barang siapa ingin tahu Lebah dan Lebak Cawene haruslah yang berhak menerima waris saja, sedangkan yang hak menerima waris hanyalah seorang Penggembala disertai Pengiringnya yaitu anak berjenggot, dialah yang akan mengetahui Lebak Cawene.

Lalu kata Nyai Putri " Meskipun dia itu seorang Ahli waris bila ingin masuk ke Lebah dan Lebak Cawene tidak melalui pintu Gerbang yang sudah ditentukan akan tersesat atau meninggal bila tidak mempunyai satu muhung ( mantra ), ibarat visa mau masuk ke Luar Negeri.
Dan anirnya Lebak Cawene pada mencari, tapi semuanya tidak ada yang berhasil. Anehnya semua yang mencari Lebak Cawene ini meninggal sepulang dari pencarian dan yang paling aneh lagi semua meninggal pada hari kamis.

Pernah Lebak Cawene ini ditulis secara bersambung memakai Bahasa Sunda/ Indonesia oleh seorang Budayawan Sunda asal Sukabumi di Koran Radar Sukabumi / Radar Bogor yaitu Bapak Anis Jati Sunda. Dengan judul Misteri Lebak Cawene. Pada tanggal 2 Nov 1997 hari Kamis  Lebak Cawene bisa di taklukan oleh Pembawa cerita ini, yang sekarang menjadi Kasepuhan Adat Sunda Lebak Cawene Ki Naga Wiru bersama Raden Ganda Rasita bekas Penilik Kebudayaan Cisolok Pelabuan Ratu.

Sumber: Ki Naga Wiru (sesepuh lebak cawene)

3 komentar:

Unknown mengatakan...

www.kinagawiru.blogspot.com

beges mengatakan...

Insya ALLAH .

beges mengatakan...

Insya ALLAH .

Posting Komentar

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management